JAKARTA, NusantaraOfficial.com – Awal tahun 2025 menjadi periode penuh tantangan bagi perekonomian Indonesia. Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat bahwa sepanjang Januari hingga Februari 2025, sebanyak 18.610 pekerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Angka ini melonjak lebih dari dua kali lipat dibandingkan periode yang sama di tahun 2024.
Bahkan, data Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menunjukkan kondisi yang lebih mengkhawatirkan, dengan total 60.000 buruh dari 50 perusahaan terdampak PHK. Gelombang PHK ini secara langsung mempengaruhi konsumsi masyarakat, tercermin dari melemahnya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) dan penurunan Indeks Penjualan Riil (IPR).
Daya Beli Melemah, IKK Turun di Awal Tahun
Menurut Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda, penurunan IKK pada Januari 2025 mencapai 0,4 persen secara month-to-month dibandingkan Desember 2024. Situasi ini dinilai anomali, mengingat tren sebelumnya menunjukkan peningkatan IKK di bulan Januari akibat optimisme awal tahun.
“Jika kita melihat pola dari tahun 2022 hingga 2024, biasanya Januari mencatat kenaikan IKK. Namun, tahun ini, keyakinan konsumen justru melemah, bahkan terus berlanjut hingga Februari 2025,” ujar Nailul Huda, Jumat (28/3/2025).
Data lain menunjukkan bahwa IPR juga mengalami penurunan. Pada Desember 2024, IPR tercatat sebesar 222 poin, namun pada Januari 2025, angka ini turun menjadi 211,5 poin. Penurunan ini mencerminkan semakin lemahnya daya beli masyarakat.
Ramadhan dan Idul Fitri 2025 Tidak Meningkatkan Perputaran Uang
Dampak dari lemahnya daya beli masyarakat diperkirakan akan terasa hingga periode Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri 2025. Nailul Huda menyoroti bahwa jumlah uang yang beredar dalam bentuk M1 (uang kartal dan giro) selama periode ini akan mengalami pelemahan sebesar 16,5 persen dibandingkan tahun lalu.
“Tambahan jumlah uang yang beredar saat Ramadhan dan Idul Fitri tahun ini hanya mencapai Rp114,37 triliun, jauh lebih rendah dibandingkan 2024 yang mencapai Rp136,97 triliun,” jelasnya.
Direktur Eksekutif Celios, Bhima Yudhistira, juga menambahkan bahwa melemahnya perputaran uang akan berdampak pada Produk Domestik Bruto (PDB). Tahun 2024, momen Ramadhan dan Idul Fitri menyumbang tambahan PDB sebesar Rp168,55 triliun, sedangkan tahun ini diperkirakan hanya Rp140,74 triliun, turun 16,5 persen.
“Keuntungan pengusaha juga turun drastis. Tahun lalu, mereka menikmati tambahan pendapatan Rp100,83 triliun, tetapi di 2025 hanya Rp84,19 triliun,” imbuh Bhima.
Masyarakat Terpaksa Menguras Tabungan
Indikator lain yang menunjukkan melemahnya daya beli adalah menurunnya porsi simpanan perorangan terhadap total Dana Pihak Ketiga (DPK). Pada awal pemerintahan Jokowi-JK, simpanan perorangan masih sebesar 58,5 persen dari total DPK, dan pada era Jokowi-Amin sebesar 57,4 persen. Namun, di awal 2025, porsi simpanan perorangan anjlok menjadi 46,4 persen.
Penurunan ini mengindikasikan bahwa masyarakat semakin mengandalkan tabungan untuk memenuhi kebutuhan hidup akibat upah riil yang rendah, berkurangnya tunjangan, dan ketidakpastian ekonomi.
Prospek Pertumbuhan Ekonomi 2025
Celios memperkirakan bahwa pertumbuhan ekonomi pada triwulan I 2025 hanya akan mencapai 5,03 persen secara year-on-year, lebih rendah dibandingkan triwulan I 2024 yang mencapai 5,11 persen. Padahal, biasanya periode Ramadhan dan Idul Fitri menjadi momentum pertumbuhan konsumsi rumah tangga.
Namun, Bhima Yudhistira menilai bahwa faktor seasonal dari pembagian Tunjangan Hari Raya (THR) tidak cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi lebih tinggi.
“Pelemahan kurs rupiah dan kebijakan efisiensi belanja pemerintah juga menambah faktor kehati-hatian masyarakat dalam membelanjakan uang mereka. Akibatnya, setelah Lebaran, konsumsi diperkirakan akan semakin lesu,” pungkas Bhima.
Dengan kondisi ekonomi yang penuh ketidakpastian, tantangan bagi pemerintah dan dunia usaha ke depan adalah mencari strategi yang dapat meningkatkan kembali kepercayaan konsumen dan menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Ikuti media sosial kami untuk update terbaru