JAKARTA, NusantaraOfficial.com – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2025 diproyeksikan tidak mampu menembus angka 5%, menandai perlambatan dibanding periode yang sama tahun lalu.
Analisis dari Bank Permata memperkirakan produk domestik bruto (PDB) nasional hanya akan tumbuh 4,91% secara tahunan, lebih rendah dibandingkan realisasi 5,11% pada kuartal I 2024.
Tekanan Domestik dan Eksternal Tekan Laju Ekonomi
Kepala Ekonom Bank Permata, Josua Pardede, menjelaskan bahwa penurunan ini selaras dengan berbagai indikator makroekonomi dan survei pelaku usaha serta konsumen.
Baca Juga: Penerimaan Bea Cukai Maret 2025 Naik 9,6 Persen
Ia menyoroti tekanan yang datang baik dari dalam negeri maupun faktor eksternal global yang tidak kondusif bagi percepatan pertumbuhan.
Dari sisi pengeluaran, konsumsi rumah tangga sebagai pilar utama ekonomi diprediksi hanya naik 4,50%, lebih lambat dibandingkan kenaikan 4,91% pada kuartal I tahun sebelumnya.
Optimisme konsumen masih bertahan, tercermin dari Indeks Kepercayaan Konsumen Maret 2025 yang tetap di atas ambang batas optimis yaitu 121,1, meskipun turun dari 126,4 pada Februari 2025.
Daya Beli Melemah, Belanja Pemerintah Tidak Agresif
Namun, Josua menyoroti sinyal pelemahan pada sisi konsumsi, khususnya dari masyarakat berpendapatan menengah ke bawah.
Baca Juga: Harga Minyak Melemah, Pasar Waspadai Sanksi Iran & OPEC+
Hal itu tercermin dari turunnya indeks pendapatan dan penurunan pembelian barang tahan lama. Survei penjualan eceran turut memperkuat tren ini, terutama di pusat-pusat ekonomi seperti Jakarta dan Bandung yang mengalami kontraksi penjualan masing-masing sebesar 12,4% dan 6,3% secara tahunan.
Belanja pemerintah yang selama ini menjadi motor penggerak pertumbuhan juga menunjukkan pelemahan. Pada kuartal I 2025, pertumbuhan belanja negara diperkirakan minus 2,88% dibandingkan periode sama tahun lalu yang melonjak 20,44%.
Rendahnya penyerapan anggaran belanja baru 17,1% dari pagu hingga Maret 2025 menjadi salah satu faktor pelemahan permintaan agregat.
Baca Juga: Harga Emas Naik Tipis, Tapi Risiko Investor Bergeser
Investasi Stabil, Tapi Pertumbuhan Melambat
Dari sisi pembentukan modal tetap bruto (PMTB), pertumbuhan diperkirakan hanya 3,11% secara tahunan, mengindikasikan kestabilan namun belum cukup agresif untuk menopang ekspansi.
Meski realisasi investasi riil naik signifikan menjadi Rp465,2 triliun atau tumbuh 15,9% YoY, secara kuartalan PMTB justru turun 6,50%, menandakan sikap hati-hati dari para investor.
Pertumbuhan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) tercatat lebih tinggi, mencapai 19,1% YoY, dibandingkan Penanaman Modal Asing (PMA) yang hanya naik 12,7%.
Hal ini mengindikasikan adanya keraguan investor asing terhadap prospek jangka pendek Indonesia, terutama karena faktor eksternal seperti ketegangan geopolitik dan kebijakan tarif dari Amerika Serikat.
Baca Juga: Ekonomi Indonesia 2025 Melambat? Kadin: Pertumbuhan Tetap On Track
Ekspor Pulih, Tapi Impor Masih Menekan
Sisi perdagangan luar negeri memberikan sinyal positif melalui pertumbuhan ekspor barang dan jasa sebesar 9,52% YoY.
Hal ini didorong oleh aktivitas hilirisasi dan penguatan ekspor sektor manufaktur bernilai tambah. Namun, peningkatan ekspor ini diiringi dengan kenaikan impor sebesar 5,07% YoY, yang menunjukkan bahwa pemulihan permintaan domestik belum sepenuhnya solid.
Kondisi ini, menurut Josua, merupakan hasil dari konsumsi yang mulai melemah, investasi yang belum sepenuhnya pulih, serta stimulus fiskal yang belum maksimal.
Risiko eksternal yang masih membayangi, seperti kebijakan dagang AS dan potensi perlambatan ekonomi global, mempertegas perlunya konsistensi dan koordinasi antara kebijakan fiskal dan moneter.
Baca Juga: Kontraksi Ekonomi AS Kuartal I-2025, Tarif Trump Jadi Sorotan
Dengan tekanan yang berasal dari berbagai sisi, tantangan untuk menjaga momentum pertumbuhan pada kuartal-kuartal mendatang kian nyata, terutama untuk mempertahankan kepercayaan pasar dan meningkatkan daya beli masyarakat.
Ikuti media sosial kami untuk update terbaru