Mahkamah Konstitusi Resmi Memberhentikan Presiden Yoon
SEOUL, NusantaraOfficial.com – Mahkamah Konstitusi Korea Selatan resmi memutuskan pemakzulan Presiden Yoon Suk Yeol pada Jumat (4 April), menandai momen historis dalam perjalanan demokrasi negeri Ginseng.
Ketua Mahkamah, Moon Hyung-bae, dalam siaran langsung yang disaksikan jutaan warga, menyebut tindakan Yoon mendeklarasikan darurat militer pada Desember lalu sebagai bentuk “pengkhianatan besar terhadap kepercayaan rakyat” dan “tantangan serius terhadap demokrasi.”
Pernyataan Moon yang menyebut, “Terdakwa, Presiden Yoon Suk Yeol, dengan ini diberhentikan dari jabatannya,” langsung disambut dengan sorak sorai dan tangis haru dari ribuan demonstran di luar gedung Mahkamah di Seoul.
Transisi Kepemimpinan dan Arah Politik Baru
Pemilu dalam 60 Hari, PM Han Duck-soo Jadi Presiden Sementara
Dengan pemberhentian resmi ini, konstitusi Korea Selatan menetapkan bahwa pemilihan presiden baru harus digelar dalam waktu 60 hari. Sementara itu, Perdana Menteri Han Duck-soo mengambil alih sebagai presiden sementara dan memiliki waktu 10 hari untuk menetapkan tanggal pemilu.
Baca Juga: Ribuan Warga Korea Selatan Turun ke Jalan Desak Pemakzulan Yoon
Partai Oposisi Unggul dalam Survei Awal
Partai Demokratik yang dipimpin oleh Lee Jae-myung kini berada di posisi teratas dalam jajak pendapat, sementara Partai Kekuatan Rakyat—pendukung Yoon—dihadapkan pada dilema mencari kandidat alternatif yang tidak tercemar oleh krisis politik saat ini.
Akar Krisis: Darurat Militer dan Polarisasi Politik
Deklarasi Kontroversial dan Teori Konspirasi
Deklarasi darurat militer oleh Yoon pada Desember 2024 memicu kecaman luas. Klaimnya soal “ancaman dari kekuatan anti-negara pro-Korea Utara” dianggap tidak berdasar. Yoon juga menambah kontroversi dengan menyebarkan teori konspirasi tentang kecurangan pemilu, meniru narasi “stop the steal” ala Donald Trump.
Baca Juga: Mahkamah Konstitusi Korsel Akan Putuskan Nasib Yoon Suk-yeol Pekan Ini
Ancaman terhadap Demokrasi dan Hak Asasi
Human Rights Watch menyebut tindakan Yoon sebagai “ancaman serius terhadap hak asasi manusia dan supremasi hukum.” Jika darurat militer tetap diberlakukan, Korea Selatan berisiko mengalami pembatasan kebebasan berekspresi dan penangkapan sewenang-wenang.
Reaksi dan Implikasi Global
Respons Akademisi dan Komunitas Internasional
Leif-Eric Easley, profesor di Ewha University, menyatakan bahwa keputusan Mahkamah menghapus ketidakpastian besar di tengah tekanan geopolitik dari Korea Utara, Tiongkok, dan kebijakan dagang AS.
Pemakzulan Kedua dalam Satu Dekade
Yoon, yang dulunya berperan penting dalam pemakzulan Presiden Park Geun-hye pada 2017, kini mengalami nasib serupa. Kemenangan tipisnya atas Lee Jae-myung pada 2022 kini tinggal kenangan.
Baca Juga: NasDem Bali Tak Jadi Kedai Kopi, Surya Paloh Bangga
Masa Depan Politik Korea Selatan
Tantangan Bagi Pemerintahan Baru
Kepemimpinan Yoon yang keras terhadap media, penolakan penyelidikan terhadap Ibu Negara Kim Keon Hee, dan retorika anti-oposisi membuat popularitasnya jatuh bebas. Pemilu mendatang diperkirakan tetap memanas.
Ancaman Dakwaan Pidana
Yoon kini juga menghadapi dakwaan pidana atas tuduhan insureksi, kejahatan berat yang dapat berujung hukuman seumur hidup atau bahkan hukuman mati.
Baca juga: Serangan Israel ke Gaza, 404 Warga Tewas dan Dunia Bereaksi
Profesor Kim Tae-hyung dari Universitas Soongsil memperingatkan, “Jika setiap pihak terus menolak menerima hasil pemilu yang tidak menguntungkan mereka, demokrasi akan runtuh.”
Pemberhentian ini mungkin menjadi titik balik, namun masa depan Korea Selatan kini berada di persimpangan jalan, dengan harapan besar bahwa proses demokrasi akan berjalan sesuai konstitusi.
Ikuti media sosial kami untuk update terbaru