WASHINGTON, NusantaraOfficial.com – Ekonomi Amerika Serikat (AS) tercatat mengalami penurunan untuk pertama kalinya dalam tiga tahun terakhir pada kuartal I-2025.
Laporan awal dari Departemen Perdagangan menunjukkan bahwa produk domestik bruto (PDB) AS menyusut sebesar 0,3% secara tahunan, suatu pencapaian negatif yang belum pernah terjadi sejak kuartal pertama 2022.
Lonjakan Impor Picu Tekanan pada PDB
Salah satu pemicu utama pelemahan ini adalah peningkatan tajam volume impor, terutama barang konsumsi dan barang modal.
Perusahaan-perusahaan di AS tampaknya mempercepat aktivitas belanja mereka guna menghindari efek dari kenaikan tarif yang diberlakukan dalam kebijakan Presiden Donald Trump.
Baca Juga: Ekonomi RI Kuartal I-2025 Ditopang Ramadan, Daya Beli Masih Lemah
Impor AS melonjak 41,3%, laju tercepat sejak kuartal III-2020, yang secara signifikan mengimbangi pertumbuhan ekspor. Kondisi ini mendorong defisit perdagangan ke level tertinggi sepanjang sejarah, memangkas kontribusi terhadap PDB hingga 4,83 poin persentase.
Belanja Konsumen dan Investasi Bisnis
Konsumsi rumah tangga masih mencatat pertumbuhan, namun melambat cukup drastis. Belanja konsumen meningkat 1,8%, turun dari 4,0% pada kuartal sebelumnya. Pengeluaran lebih banyak diarahkan ke sektor layanan kesehatan, tempat tinggal, serta barang tidak tahan lama.
Para analis memandang tren ini sebagai bentuk “front-loading”, yakni strategi konsumen yang mempercepat pembelian sebelum harga-harga mengalami lonjakan akibat tarif. Di sisi lain, investasi sektor swasta tetap agresif, tercermin dari lonjakan investasi bisnis terhadap peralatan yang tumbuh 22,5%.
Sementara itu, penjualan akhir kepada pembeli domestik swasta, yang mengecualikan faktor perdagangan, inventaris, dan belanja pemerintah, meningkat 3,0%. Namun indikator ini dianggap terdistorsi karena efek jangka pendek dari kebijakan tarif.
Baca Juga: Laba BUMI Anjlok 73%, Harga Batubara Jadi Sorotan
Dampak Anggaran dan Inflasi yang Menguat
Kondisi fiskal pemerintah federal juga turut memperburuk pertumbuhan. Pemotongan anggaran besar-besaran yang dilakukan pemerintahan Trump menyebabkan turunnya belanja pemerintah, diiringi pemangkasan program dan PHK pegawai.
Inflasi pun menjadi perhatian serius. Indeks harga Pengeluaran Konsumsi Pribadi (PCE) inti indikator utama inflasi yang dikecualikan dari harga pangan dan energi menguat menjadi 3,5% dari sebelumnya 2,6%, hampir dua kali lipat dari target inflasi 2% yang ditetapkan oleh The Fed.
Sentimen Negatif Jelang 100 Hari Pemerintahan Trump
Memasuki hari ke-100 masa jabatan Presiden Trump, sorotan terhadap arah kebijakan ekonomi semakin meningkat. Penurunan PDB diiringi dengan merosotnya kepercayaan konsumen yang kini mendekati titik terendah dalam lima tahun terakhir.
Baca Juga: Inflasi Kuartal II-2025 Diprediksi Naik, Ini Penyebabnya
Sentimen dunia usaha pun tidak jauh berbeda. Beberapa maskapai penerbangan besar telah menyesuaikan proyeksi keuangan tahun ini, mencerminkan ketidakpastian tinggi terhadap pengeluaran konsumen, khususnya dalam sektor perjalanan.
Sebagai respons atas tekanan industri otomotif, Presiden Trump mengeluarkan perintah eksekutif yang menawarkan insentif pajak dan keringanan bea atas suku cadang.
Namun, tarif tinggi sebesar 145% terhadap barang impor dari China tetap diberlakukan, memperpanjang konflik perdagangan antara Washington dan Beijing.
Prospek Ekonomi Dibayangi Risiko Perlambatan
Sejumlah ekonom memperkirakan bahwa tekanan dari kebijakan tarif akan terus membayangi perekonomian AS setidaknya hingga akhir 2025.
Baca Juga: Indofood (INDF) Catat Laba Rp2,72 T Kinerja ICBP Ikut Moncer
Meski ada proyeksi bahwa PDB dapat tumbuh kembali pada kuartal II seiring dengan meredanya efek lonjakan impor, ketidakpastian tetap menjadi faktor dominan dalam menekan keyakinan pelaku pasar.
Ikuti media sosial kami untuk update terbaru